Kita dipertemukan tanpa kalimat. Namun anggota badan penuh isyarat, tatap mata mengatakan “Perasaanku padamu tiada akhir.”
Senyum isyarat “Tetaplah
simpan aku dihatimu!”. Satu hal yang tidak bisa aku terima, langkahmu semakin
menjauh. Kamu yang bersemayam di lubuk hati, mengundang tangis. Aku hanya
memilikimu di jalan si pemilik hati.
***
Mulan selalu suka hari
Jumat. Namun minggu ini dia tandai hari jumat sebagai hari paling emosional.
Dia sampai tidak fokus pada langkah kaki.
“Apa aku akan seperti ini
terus? Ini bukan polos tetapi bodoh. Sudah cukup Fikri Andria Kurniawan
mempermainkanku untuk yang kedua kali, tidak bisa dimaafkan.” Mulan menggerutu
kesal.
Tubuhnya berdiri di tengah
jalan bertepatan dengan sepeda motor yang melaju kencang. Motor oleng karena
menghindar, hampir saja terperosok ke dalam saluran air tetapi pengendara itu berhasil
menahan.
Mulan terdiam, bersiap
menerima kemarahan. Keringat mengucur, kaki gemetar. “Gadis bodoh. Kamu
membahayakan seseorang. Jangan lari pengecut!” membathin.
Dari balik helm full face,
tatapan mata pengendara mulai mengancam. Mulan memasang badan tegap supaya
tidak dikira takut.
“Oh Tuhan” batin Mulan
menjerit saat dia membuka helm. Mulan tahu berhadapan dengan siapa.
“Apa kamu terluka?” dia
berbicara lembut, bukan memarahi.
“Aku malah khawatir padamu,
apa kamu baik-baik saja?”
Apa yang barusan aku
katakan? Apa aku berlebihan, haruskah aku koreksi?
Bagaimana tidak canggung,
sudah lama kami tidak komunikasi. Sejak SMA, Gugi sekolah di luarkota, sebagian
besar keluarganya tinggal disana. Hanya karena Ayah, Ibu dan adiknya masih
menetap di sini, setiap libur semester atau libur hari raya dia akan pulang.
“Aku dalam keadaan baik.
Apa yang sedang kamu lakukan di tengah jalan?” tanyanya sambil mengamatiku.
“Tadi aku sedang menghafal
naskah dialog untuk pentas. Aku tahu telah melakukan kesalahan. Maaf sudah
membawamu kedalam bahaya.” reflek aku membungkukkan badan. Ini efek terlalu
banyak nonton drama korea.
Mulan tidak siap menerima
reaksi Gugi kalau tau Mulan tidak fokus karena memikirkan keburukan mantan. Dia
akan jadi bahan ejekan, dapat dipastikan hatinya akan hancur berkeping-keping.
“Jangan lakukan lagi!
Hampir saja aku menabrakmu. Kamu masih muda tidak perlu memikirkan sesuatu
terlalu serius nanti cepat tua!” Gugi khawatir.
“Iya, aku mengerti.”
“Apa kamu sengaja berdiri
di sana karena menungguku? tebakkan saja. Bagaimana jika kita tidak
bertemu? Kamu pasti kecewa.” Gugi sengaja menggodanya. Dia tertawa melihat
wajah Mulan memerah.
“Perlu kamu tahu, aku sudah
terbiasa melewati jalan ini. Hanya hari ini saja aku ceroboh.” berusaha membela
diri, namun tetap saja gelagapan.
“Baiklah kalau tidak
mengaku. Berikan nomer ponselmu!”
“Untuk apa?”
“Sepertinya kakiku sakit.
Jika terjadi sesuatu padaku setelah kejadian ini, kamu harus menemuiku.” Gugi
mengelus bagian kakinya, menunjukan wajah kesakitan.
“Benarkah? Bagaimana kalau
sekarang kita ke puskesmas!” Mulan terlihat khawatir.
“Gadis serius, aku cuma
bercanda. Aku meminta nomermu karena sudah lama tidak komunikasi. Sebutkan
nomermu!” Gugi mengelurkan handphone bersiap mengetik.
“Nomerku .................
Jika ada apa-apa hubungi saja!”
“Terimakasih Mulan. Jangan
bengong! Aku pergi.” Dia melambaikan tangan, Mulan bergeming.
Tuhan, hari ini aku merasa
beruntung bertemu dengan Gugi. Jika berada di lingkungan sunyi, aku akan
melompat, berteriak “pria itu milikku” dan memeluk dia sangat erat.
Gugi adalah sahabat Mulan
sejak kecil. “Aku menyukaimu.” kalimat yang sering Gugi
ucapkan ketika bermain bersama, tetapi Mulan merasa tidak perlu memberi
jawaban. Dia menganggap kalimat itu gurauan yang akan hilang seiring
berjalannya waktu.
Ketika beranjak dewasa.
Setiap kali melihat Gugi, ternyata kalimat itu sangat berbekas. Namun, tidak
ada harapan yang bisa di jemput. Mereka adalah teman lama yang tidak seakrab
dulu. Bahkan jarak telah memisahkan.
Apakah pertemuan ini akan
mengakrabkan kembali pertemanan kita? Aku berharap yang terbaik.
Bisakah kamu mengulang
kalimat di masa lalu? Jika aku membalas perasaanmu. Akankah kita bersama?
***
Guci, gusi, cuci itu kata
yang sering orang dengar, tetapi kata Gugi adalah sebuah nama
yang melekat dalam ingatan seseorang.
Perjalanan Mulan untuk
mendapat hati Gugi tidaklah mudah. Untuk mendapat informasi tentang Gugi, Mulan
stalking dijejaring sosial. Berkat informasi itulah dia tahu Gugi tidak punya
pacar.
Dia juga berperan sebagai
mata-mata gadungan. Setiap Gugi liburan, Mulan sengaja berolahaga pagi atau
sore hari dengan melewati rumah Gugi.
Bahkan pulang sekolah dia
rela berjalan dari depan komplek, padahal jaraknya cukup jauh ke arah rumah.
Dia sengaja melakukan itu karena jika naik mobil angkutan umum, jalur ke
rumah Gugi tidak akan terlewati.
Rasa lelah terlupakan
ketika melihat Gugi bemain bola basket di halaman rumah, mencuci motor atau
sedang berbincang bersama teman bahkan keluarga.
Kamu pernah merasakan jatuh
cinta bukan? Apa yang kamu lakukan untuk mendapatkan perhatian? Meminta nomer
posel? Aku tidak melakukan itu. Mendatangi rumahnya? Aku tidak berani. Mengajak
ketemuan di suatu tempat? Aku kurang percaya diri. Menyewa makcomblang? Itu
sangat merepotkan. Masih banyak yang bisa dilakukan tetapi aku memilih
mencintai diam-diam.
Gugi adalah sasaran bidikan
dari jarak jauh. Apapun yang dia ucapkan dan lakukan rasanya he’s perfect.
Hari ini Mulan beraksi
lagi. Setelah menunggu satu menit, akhirnya Gugi keluar dari rumah, dia bermain
bola basket bersama adiknya.
“Hey nak, apa yang kamu
lakukan disini?” seorang nenek memergoki Mulan berjongkok dekat bak sampah.
“Ini nek, tadi barangku
terjatuh di sini."
“Barang apa? Bagaimana kalau
nenek bantu carikan?”
“Tidak perlu nek! Mungkin
barangnya sudah dibersihkan pengangkut sampah.” gerak tubuh jadi salah tingkah.
“Apa benar tidak apa-apa?”
“Iya nek, aku masih punya
cadangan dirumah.” dia tersenyum meyakinkan.
“Apa barangmu sering
terjatuh ditempat ini?” ujarnya. Nenek merasa janggal dengan penuturan Mulan.
“Maaf nek, aku harus segera
pergi.” Tanpa menjelaskan lagi, Mulan meninggalkan nenek tersebut.
Ini sangat memalukan, apa
hanya nenek itu yang mencurigai tingkahku? Atau orang disekitar komplek ini
diam-diam memperhatikan aku berjongjok dekat bak sampah. Semoga saja tidak ada
yang sadar. Jangan sampai berita buruk ini menyebar, apalagi Gugi tahu. Dia
pasti akan menjauh.
Apakah aku harus berhenti
menguntit? Lalu apa yang harus aku lakukan? Tuhan, tunjukan jalan keluar!
“Mulan? apa kamu melamun
lagi?” seseorang menghentikan langkah Mulan.
“Gugi?”
Mulan sengaja mempercepat
langkah tetapi siapa yang tidak tertarik gadis berbadan tinggi, kulit kuning
langsat dan geraian rambut panjang dengan jepitan kecil di atas telinga.
Siapapun tidak akan melepaskan pandangan.
“Jam segini baru pulang,
darimana? Bagaimana kalau hujan, kamu pasti basah kuyup.”
“Jika tidak basah namanya
bukan kehujanan. Kamu seperti wartawan, lebih cerewet dari Ibuku. Aku baru
pulang belajar kelompok di kosan teman. Kenapa?” jawabnya ketus.
“Dasar jutek, aku hanya
sedikit khawatir. Belajar atau bergosip?” Selidik Gugi, Mulan memamerkan
barisan gigi.
“Seperti baru kenal saja,
Mulan sudah bertemu dengan pacarnya. Lihat wajah bahagia orang yang baru
kencan.” Celetukan Bagas membuat suasana hening. Mulan tertawa mencairkan
suasana.
“Bagas, aku ini masih
single jadi tidak ada alasan terlambat pulang karena pacaran.” Mulan mencoba
menjelaskan supaya Gugi tidak salah paham.
“Pemuda di komplek kita,
Yuga, Fathir, a Nikra bukankah mereka gebetanmu. Sungguh gadis jahat tidak
mengakui pacar sendiri. Jujur saja!”
Anak ini selalu membuatku
kesal. Apa aku pernah melakukan kesalahan? Umurnya dua tahun dibawahku tetapi
kelakuannya seperti akulah adiknya. Jika dia bukan adik Gugi, akan aku jitak
kepalanya.
“Pengosip. Malah Aku
mendengar kalau kamu mengaku pacarku, apa benar?” tuduhnya, memojokan Bagas.
“Itu mulut orang
iseng. Jangan terpengaruh gosip murahan! Aku tidak menyukai perempuan tidak
peka. Jika memang gosip itu benar, apa buktinya?” Gugi dan Mulan tertawa
melihat ekspresi Bagas yang terpojokan.
“Ya aku percaya karena kamu
yang mengatakannya. Harusnya kamu juga jangan mudah percaya pada omongan
oranglain sebelum menanyakan langsung pada orang yang bersangkutan!”
“Bagas memang suka
terpancing gosip anak tongkrongan. Mungkin dia tidak suka mendengar kabar
tersebut karena memang menyukaimu, Mulan.” Gugi ikut menjaili adiknya.
“Jangan bawa-bawa orang
lain! Mengaku saja A kalau suka, apa susahnya.” Bagas menatap Gugi yang
terdiam. Mulan tidak berkomentar apa-apa.
“Kita adalah sahabat sejak
kecil, tidak mungkin pacaran. Iya kan Mulan?” Gugi menegaskan.
“Iya.” jawab Mulan tidak
semangat.
“Mulan sebelum pulang,
bisakah kamu mampir ke rumah? Sudah lama kita tidak main game.” mendengar
penawaran Gugi, Mulan merasa senang.
“Baiklah, jangan menangis
kalau aku yang menang!” tantang Mulan.
“Kamu belum tau sekarang
aku sangat ahli, akan aku tunjukan kehebatanku.” Gugi juga tidak mau kalah.
“Kalian sungguh anak-anak
kurang bahagia.” Ledek Bagas.
“Justru bahagia.” Jawab
Gugi dan Mulan serempak, diselingi tawa.
Kita sahabat, apa tidak ada
kata lain? Pengakuanmu hanya sebatas itu? Jika bisa, aku ingin berhenti
menyukaimu! Untuk apa berjuang, jika bertepuk sebelah tangan. Tuhan, apa yang
Engkau rencanakan untuk kami? Apa aku tidak boleh tahu bagaimana kehidupan kami
selanjutnya? Apa takdirku dengannya atau dengan yang lain?
***
Mulan terbaring malas
ditempat tidur. Namun dia terperanjat, saat menerima chat dari Gugi.
“Mulan, apa kita bisa
bertemu? Aku tunggu di dekat pos satpam blok B jam 10 siang nanti!”
“Ada apa?”
“Aku ada perlu. Kita
bicarakan saja nanti. Apa kamu ada acara lain?”
“Baiklah, aku akan
menemuimu.” Dia segera mengambil handuk, bergegas ke kamar mandi, mengeluarkan
pakaian dari lemari, memilih yang akan dikenakan dan menyiapkan alat rias. Kepanikan
itu membuat kaki bertalu, menunjukan dia bahagia.
Begitulah keributan di jam
7 pagi. Dia menunggu dengan perasaan cemas. Mulan berangkat 1 jam lebih awal
dari waktu yang telah dijanjikan. Gugi datang menghampiri Mulan. Dia tidak
sendiri, seorang pria berdiri dibelakang.
“Terimakasih sudah datang.
Maaf mengganggu waktu istirahatmu.”
“Tidak masalah. Ada perlu
apa mengajak bertemu?”
“Anggap saja kita sedang
reuni.”
“Seperti mengingat kamu
yang menangis ketika aku mengambil mainanmu. Lalu kamu merengek pada Ibu untuk
digendong.” Mulan tersenyum jahil.
“Jangan mengungkit sikap
manjaku! Kenalkan ini Albi, sahabatku.” Gugi merangkul sahabatnya.
Apa ini reuni? Kenapa tidak
berdua saja layaknya kencan. Dia sengaja mengajak sahabatnya sebagai pihak ke
3, Albi. Sekarang aku berhadapan dengan dua lelaki sekaligus. Jika tau akan
seperti ini, aku akan mengajak Fahira sebagai partner.
“Mulan, apa kamu ingat
pernah bertemu Albi sebelumnya?”
“Tidak.”
“Akan aku kenalkan, Albi
sekolah di SMA Bakti. Dia adalah ketua basket yang berbakat. Albi bilang
pernah bertanding di sekolahmu dan kamu termasuk panitia disana. Supaya
kedepannya berjalan lancar, aku ingin meresmikan sebuah hubungan.” jelas Gugi.
“Meresmikan hubungan apa?”
telinga Mulan hampir saja meledak.
Tuhan, aku siap. Aku akan
menjawab ya. Gugi, katakanlah kamu menyukaiku!
“Aku tidak perlu basa-basi.
Lebih baik kita percepat saja. Ada seseorang yang menyukaimu. Buatlah hati
menerimanya!”
“Maksudnya?” Mulan memotong
percakapan karena tidak sabar.
“Aku kesini membantu Albi
mengutarakan perasaan. Dia lelaki baik dan aku yakin tidak mengecewakan. Maukah
kamu menerima sahabatku lebih dari teman?” Albi tersenyum, menggaruk
kepala yang sama sekali tidak gatal.
“Maaf Mulan, tiba-tiba Gugi
menyatakan tujuan kedatanganku. Pertama kali bertemu denganmu, kamu sangat
menarik perhatian, ceria, penuh semangat dan sangat supel terhadap orang baru.
Aku mencari informasi tentangmu. Ternyata kamu tinggal satu komplek dengan
sahabatku. Aku menyukaimu. Sehingga Gugi berinisiatif mempertemukan kita.” Albi
menatap Mulan, wajahnya berbinar.
“Apa ini serius?” Mulan
kaget, membuatnya tidak bisa berkata lagi.
“Iya Mulan. Apapun
keputusanmu akan aku terima.”
“Maaf Albi. Rasanya ini
pertama kali kita bertemu. Bagaimana jika kita mulai dengan pertemanan? Banyak
hal yang perlu kita tau.” jawab Mulan masih tidak percaya dengan penjelasan
yang baru saja dia dengar.
“Baiklah, aku tidak
masalah. Memang lebih baik hubungan itu diawali dengan saling mengenal satu
sama lain.” jawab Albi pasrah.
“Serius? Aku pikir hari ini
kamu berharap Mulan menjadi kekasihmu.” Selidik Gugi.
“Perasaan seseorang tidak
bisa dipaksakan. Aku hanya perlu menunggu Mulan mempunyai perasaan yang sama.
Apa aku masih punya kesempatan untuk mengungkapkan perasaan itu lagi?”
tanyanya, Mulan tersenyum.
“Aku akan mendukung
hubungan kalian.” Gugi menepuk-nepuk pundak Albi, memberi semangat.
Harusnya aku bahagia ada
yang menyukaiku. Dia lelaki baik, ramah dan menyenangkan. Tuhan, apakah Gugi
tidak tertarik lagi padaku? Lalu aku harus bagaimana? Sampai kapan menunggu dia
yang semakin hari menunjukan ketidakpastian. Gugi sudah melupakan perasaannya.
Apa aku juga harus melakukannya?
Gugi dan Mulan meninggalkan
Albi untuk berbincang. Langkah mereka terhenti tidak jauh dari tempat Albi
duduk.
“Wajahmu lucu sekali hari
ini. Bolehkah aku tahu apa yang kamu pikirkan?” Gugi menggoda Mulan.
“Dasar cowok brengsek,
tiba-tiba menjodohkan orang.” Mulan mencubit tangan Gugi sampai dia meringis
kesakitan.
“Memang ada yang salah?
Kalian kan sama-sama single.”
“Aku mau pergi saja.” Mulan
memutar badan, Gugi menghentikan langkah Mulan.
“Gadis cuek, tetaplah
disini! Jika kamu pergi meninggalkan Albi, akan ku tendang kamu dari bumi.”
Gugi memandang serius, menggenggam erat tangan Mulan.
“Jika kamu memintaku tetap
disini. Sebagai gantinya, kamu boleh pergi! Aku jadi sesak melihatmu.” Mulan
kesal.
“Aku lega kamu yang
memintaku pergi.” Gugi menghembuskan nafas perlahan.
“Jangan bawa
perasaan! Aku tidak serius mengatakannya. Tadi aku kesal sehingga mengucapkan
kalimat itu. Maaf Gugi.” Mulan seketika luluh saat Gugi begitu tenang
menanggapi amarahnya. Dia tersenyum membuat hati Mulan merekah lagi.
“Tapi yang aku tahu, kamu
adalah perempuan paling serius di muka bumi. Aku akan pergi supaya kalian bisa
berbincang. Tetaplah jadi pemilik senyum manis dengan sikap cuek yang tiada
tandingannya. Tidak ada lagi gadis sepertimu.” Gugi melepaskan genggaman pada
tangan Mulan.
“Apa ini yang kamu maksud
pujian?”
“Bisa dibilang begitu,
namun sejak kapan aku pintar memuji. Aku hanya mengatakan kalimat sesuai
fakta.”
“Gugi, aku belum siap
dengan semua ini. Kenapa kamu selalu penuh kejutan?”Mulan menahan dadanya yang
tiba-tiba terasa mengganjal.
“Karena kejutan itu
biasanya sulit dilupakan.”
“Jangan terlalu sering! aku
sudah banyak terkesan olehmu tetapi saat ini aku tidak suka kejutanmu.”
“Kamu boleh marah!”
“Aku tidak marah.
Sebenarnya apa yang kamu rencanakan?” Mulan penasaran apa yang Gugi inginkan,
baru kali ini dia ikut campur dalam kehidupan Mulan.
“Aku ingin kamu bahagia,
selagi bisa maka aku akan melakukannya.” jawab Gugi membuat Mulan tersenyum.
“Itu saja? Apa kamu
berpikir aku bahagia?” mata mereka beradu.
“Aku tidak pernah meminta
apa-apa. Mulan, hari ini aku mohon. Jangan kembali ke belakang meskipun kamu
bahagia mengingatnya! Namun membuatmu mencemaskan banyak hal. Melangkahlah ke
depan! Tidak masalah memulai dari nol, Lebih baik mencoba daripada terpaku pada
ketakutanmu yang sebenarnya mampu kamu hadapi!”
“Apa maksudmu?” tanya Mulan
tidak mengerti.
“Kamu akan mengerti. Temui
Albi, tidak baik meninggalkan lelaki berperasaan tulus. Akan sulit menemukannya
ketika dia memilih untuk meninggalkanmu. Maka sebelum dia menghilang, Jaga dia
baik-baik!” Gugi mengelus lembut kepala Mulan.
“Kamu mempercayakanku
padanya.”
“Iya, aku sangat
mengenalnya. Kami bertemu setiap liburan. Dia sahabat baikku bukan saat aku
bahagia tetapi dia pandai menghibur sekaligus memberi saran ketika aku berkeluh
kesah.”
Gugi meninggalkan mereka
berdua. Albi terus mengajak Mulan bercengkrama tetapi pikiran Mulan berada
jauh dari tempat berpijak. Setiap diajukan pertanyaan Mulan menjawab sekenanya.
***
Mulan menyadari kalau
perasaan Albi sangat tulus. Ketika dia mendapat masalah, Albi dengan
sigap berada di sampingnya. Semenjak pertemuan minggu lalu, Mulan tidak
menghubungi Gugi, dia berusaha menghargai perasaan Albi seperti permintaan
Gugi.
“Saengil chukha hamnida.”
alarm ponsel Mulan berdering.
“Apa hari ini ada jadwal
yang penting?” Albi penasaran.
“Tentu saja ada.” Mulan
senang mendengar alarm itu.
“Memang ada apa?”
Albi menyelidiki tingkah Mulan yang langsung berubah.
“Sungguh kalian sahabat
yang aneh. Bagaimana kalau besok kita adakan pesta?” Mulan sangat bersemangat.
“Pesta apa?” Albi tidak
mengerti.
“Tentu saja pesta untuk
merayakan ulang tahun Gugi. Albi, besokkan 11 januari. Hari spesial yang
menandakan umur Gugi menginjak 17 tahun. Kita harus membuat kejutan, kamu mau
membantu kan?” wajahnya memelas.
“Mulan, apa yang kamu
pikirkan?” Albi terkejut.
“Hanya pesta ulang tahun.
Apa kamu tidak setuju?”
“Bukan tidak setuju.
Bagaimana bisa kita merayakan tanpa Gugi.”
“Bukankah libur sekolah
belum berakhir? Apa Gugi pulang cepat? Tidak biasanya dia seperti ini.” wajah
Mulan berubah kecewa.
“Apa kamu sungguh tidak
tau?” Albi menerka raut wajahnya.
“Ada apa Albi?”
Mulan tidak tahu jika
liburan semester ini terakhir kalinya Gugi pulang. Kemarin sore keluarganya
pindah. Rumah tersebut telah kosong, Mulan berdiri di luar pagar.
Albi menemani gadis itu tanpa berusaha meredakan air matanya. Dia tau
Mulan sedang melepas beban.
Tuhan, apa ini akhir dari
kisah kami? Inikah kehendakMu? Aku bahkan tidak mengucapkan salam perpisahan.
Bolehkah aku meminta Engkau hadirkan dia sehari saja, akan ku buat dia bahagia
walau dalam waktu singkat. Aku ingin merasakan tawa yang menggema saat melihat
ekspresiku. Gugi, apa kamu mendengar permintaanku, kembalilah! Pasti kamu punya
urusan yang belum terselesaikan, ayo kita selesaikan! Ku mohon suatu hari kamu
pulang dan ingat aku!
Mulan kesulitan menghubungi
ponsel Gugi, jejaring sosial yang dia miliki juga menghilang. Seakan Gugi
melarikan diri.
“Sekeras apapun usahamu.
Gugi sengaja tidak meninggalkan jejak.”
“Kenapa?”
“Aku tidak tau. Mungkin itu
yang terbaik menurutnya.” Albi memberikan pengertian.
“Aku kuat! Jika saja Gugi
berpamitan mungkin aku akan lebih tenang.” Mulan masih berurai air mata. Albi
tidak berkomentar.
“Aku tidak mau
memikirkannya tetapi otakku terus memaksakan. Bukankah Gugi pergi tanpa peduli
padaku. Aku juga harus melakukan hal yang sama.” Mulan tetap bergumam, pipinya
semakin menghangat.
“Jangan bohongi perasaanmu!
Aku menunggu kamu jujur.”
“Albi, adakah cara untuk
melupakan Gugi? Apa perasaanku adalah sebuah kesalahan? Selama ini aku berharap
pada lelaki yang tidak memikirkan perasaanku.”
“Gugi tidak pernah
melepaskan cinta pertamanya. Ungkapan "Aku menyukaimu” adalah kejujuran
tetapi kamu yang mematahkan hati. Namun dia tidak menyerah. Ketika liburan, aku
menemaninya mengikutimu, memperhatikan di balik jendela rumah dan banyak hal
lagi yang mungkin sangat konyol. Hingga suatu hari, dia bilang ingin melepasmu
dengan syarat kamu bahagia. Mungkin Gugi sengaja tidak berpamitan supaya tidak
ada yang mencegahnya pergi. Melihatmu hanya menahan dirinya. Maafkan aku karena
tidak menceritakan ini dari awal.”
Ternyata perasaan Mulan
pada Gugi sudah terbalas. Meskipun keadaannya berakhir tidak sempurna, dia
sepenuhnya merasa lega.
Cintaku terbalas hanya
dengan cerita singkat. Apakah itu berkesan? Tentu saja. Dia, kenangan yang
tidak dapat aku lupakan. Kamu boleh tidak percaya, ini kisahku dengan pemilik
nama unik. Tidak dapat ku jelaskan perasaan apa yang muncul ketika langkah kaki
melewati jalan itu, memandang rumahnya. Berharap dia disana, melihatku yang
diam-diam juga mengawasi.
Aku bahkan ingin memiliki
bayangannya disetiap jalan dengan senyum dan lirikan mata tajamnya tetapi itu
terlalu egois.
***
Gugi, setelah kamu pergi. Sebuah
ujian datang padaku. Fahira, sahabat yang aku percaya telah menusuk dari
belakang. Kamu tidak akan percaya ini. Dia memberitahu nomer kontakmu. Saking
senangnya, aku berkali-kali memeluk Fahira.
Aku mengirim pesan dan
mendapat balasan. Kejadian itu berlanjut selama tiga bulan, aku semakin
merindukanmu. Aku sangat bahagia ketika kamu mengabari akan datang ke sekolah
untuk menemuiku.
Aku percaya begitu saja,
menunggu berjam-jam ditemani Fahira tanpa mengeluh karena aku memang berharap
kamu pulang.
Hingga pertemuan itu
terjadi, seseorang dihadapanku ternyata pembohong besar. Gugi selama ini
aku tidak berkomunikasi denganmu. Aku mengirim pesan pada orang yang salah.
Orang yang menemuiku sangat jauh dari ekspektasi. Aku menyampaikan rindu namun
sama sekali tidak berpengaruh pada Gugi yang berada di suatu tempat. Fahira
ingin aku melupakanmu, namun dengan cara yang salah. Sejak saat itu kami tidak
bertegur sapa, pertemanan kami berakhir hingga kami lulus.
Tuhan, perasaan ini telah
membutakan. Aku benci diri sendiri karena tidak bisa melepaskan Gugi. Padahal
Gugi tidak akan kembali, dia sedang memulai kebahagiaan. Aku juga harus mencari
kebahagiaanku sendiri.
Terima kasih
Ini ceritaku... Dilarang
copypaste!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar